Minyak Indonesia dicuri
Minyak Indonesia dicuri
Bukan cuma soal harga minyak bu-mi yang melonjak dan subsidi membengkak, tapi penyelundupan dan pencurian BBM menambah berat masalah yang harus dihadapi pemerintah. Pencurian minyak dilakukan secara besar-besaran melalui laut, dilakukan oleh jaringan yang terdiri dari orang dalam Pertamina dan anggota aparat negara. Sebagian sudah tertangkap, dan mereka harus ditindak tegas.
Melihat skala dan organisasinya, pencurian tak mungkin baru terjadi hanya sekarang. Jaringannya harus cukup luas, domestik dan internasional, dengan modal besar. Semua membutuhkan persiapan matang dan waktu yang tak sedikit. Menggarap anggota komplotan operasi pencurian, mengatur kerahasiaan dan pengamanan, menyewa kapal tangki ukuran besar, mencari penadahnya dan me-nyiapkan kilang minyak yang menampung di luar negeri, menyelenggarakan administrasi transaksi jutaan dolar, semua merupakan organisasi yang kompleks.
Bisa diduga, ini dimulai dengan pencurian ukuran terbatas, dilakukan berkali-kali dan berkembang terus selama bertahun-tahun. Barangkali sudah belasan tahun, semenjak ada perbedaan harga pasar dengan harga BBM yang disubsidi negara. Apakah ini mungkin terjadi sekian lama tanpa diketahui siapa pun? Kemungkinannya memang hanya dua: tidak diketahui karena sangat tertutup sehingga selalu lolos dari pengawasan, atau memang diketahui tapi tidak ditindak, bahkan tidak dicegah. Dugaan lebih besar ditujukan pada kemungkinan yang kedua.
Jika benar demikian, berarti ada orang dalam Pertamina yang ikut mengatur, dan juga harus melibatkan aparat keamanan yang bersangkutan. Makin besar volume minyak yang diselewengkan, tentu makin tinggi kedudukan pejabat yang ikut dalam jaringan itu. Itu sebabnya kejahatan tersebut sukar terbongkar selama ini. Lalu, karena sekarang sudah terungkap, mestinya skandal ini diusut ke belakang sampai seluruh akar jaringan bisa dibongkar.
Semua pejabat tinggi Pertamina dan barangkali Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang terlibat atau ikut bertanggung jawab, langsung atau tidak langsung, juga anggota aparat negara seperti polisi, angkatan laut, bea cukai, pemerintah daerah, jangan sampai ada yang luput diperiksa dan diloloskan. Kesempatan ini hendaknya sekaligus dipakai sebagai proyek pemberantasan sistem yang serba busuk di negara ini. Fokusnya tidak dan jangan dibatasi hanya pada kasus penyelewengan distribusi BBM yang sekarang ada.
Bahwa penyelewengan distribusi di Pertamina sudah lama diketahui tapi tidak dapat ditindak tegas, sebenarnya bukan sekadar dugaan. Pada pertengah-an tahun 2000, misalnya, tatkala Presiden Yudhoyono masih menjadi Menteri ESDM, dia membentuk sebuah Tim Terpadu Penanggulangan Masalah Penyalahgunaan pada Penyediaan dan Pelayanan BBM (Timdu BBM). Dari permulaan, Timdu BBM telah mengetahui lekuk liku jaringan penyalahgunaan pengadaan dan distribusi BBM dan menyadari keseriusan masalahnya. Timdu BBM, yang dasar pembentukannya kemudian diperkuat dengan surat keputusan presiden, juga sedikit banyak tahu siapa saja yang terlibat.
Sampai pembubarannya pada pertengahan 2004, Timdu BBM telah banyak bertindak, namun belum berhasil menggulung dan membongkar tuntas seluruh jaringan yang ada. Terutama yang belum terbongkar adalah jaringan yang melibatkan aparat negara sebagai backing. Mungkin masalah aparat negara ini bisa diatasi dengan minta pertanggungjawaban komandan tertinggi masing-masing. Sebaiknya Presiden Yudhoyono menuntut dan mempersyaratkan agar pimpinan Polri dan Angkatan Laut menjamin bahwa tak akan ada satuan di bawah mereka yang terlibat lagi.
Pertanggungjawaban yang serupa juga bisa diminta kepada Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro. Sekarang Timdu BBM diaktifkan kembali, dan selama tiga pemerintahan, tim itu berada di bawah naungan Menteri ESDM yang sama, Purnomo Yusgiantoro. Jika Timdu BBM menemukan hal-hal yang melibatkan aparat negara dalam penyelewengan BBM, seharusnya tidak perlu ada halangan untuk menindak dan menyelesaikannya. Tanggung jawab terletak pada Menteri ESDM bila Timdu BBM gagal lagi ketika menghadapi kekuatan aparat negara yang terlibat.
Adanya kesempatanlah yang membuat orang jadi pencuri: pengawasan kurang, sanksi tak tegas. Benar bahwa pencurian dan khususnya penyelundupan terjadi karena harga BBM subsidi yang lebih murah dari harga di luar negeri, dan lebih rendah dari harga BBM untuk industri di dalam negeri. Disparitas harga BBM ini harus dihilangkan dengan menghapus subsidi, yang mungkin baru habis dalam enam sampai sembilan bulan lagi. Sementara itu, tindakan tegas terhadap orang dalam Pertamina dan aparat negara perlu ditingkatkan intensitasnya sampai maksimum.
Sumber Tulisan: Majalah TEMPO Edisi. 30/XXXIV/19 - 25 September 2005
Melihat skala dan organisasinya, pencurian tak mungkin baru terjadi hanya sekarang. Jaringannya harus cukup luas, domestik dan internasional, dengan modal besar. Semua membutuhkan persiapan matang dan waktu yang tak sedikit. Menggarap anggota komplotan operasi pencurian, mengatur kerahasiaan dan pengamanan, menyewa kapal tangki ukuran besar, mencari penadahnya dan me-nyiapkan kilang minyak yang menampung di luar negeri, menyelenggarakan administrasi transaksi jutaan dolar, semua merupakan organisasi yang kompleks.
Bisa diduga, ini dimulai dengan pencurian ukuran terbatas, dilakukan berkali-kali dan berkembang terus selama bertahun-tahun. Barangkali sudah belasan tahun, semenjak ada perbedaan harga pasar dengan harga BBM yang disubsidi negara. Apakah ini mungkin terjadi sekian lama tanpa diketahui siapa pun? Kemungkinannya memang hanya dua: tidak diketahui karena sangat tertutup sehingga selalu lolos dari pengawasan, atau memang diketahui tapi tidak ditindak, bahkan tidak dicegah. Dugaan lebih besar ditujukan pada kemungkinan yang kedua.
Jika benar demikian, berarti ada orang dalam Pertamina yang ikut mengatur, dan juga harus melibatkan aparat keamanan yang bersangkutan. Makin besar volume minyak yang diselewengkan, tentu makin tinggi kedudukan pejabat yang ikut dalam jaringan itu. Itu sebabnya kejahatan tersebut sukar terbongkar selama ini. Lalu, karena sekarang sudah terungkap, mestinya skandal ini diusut ke belakang sampai seluruh akar jaringan bisa dibongkar.
Semua pejabat tinggi Pertamina dan barangkali Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang terlibat atau ikut bertanggung jawab, langsung atau tidak langsung, juga anggota aparat negara seperti polisi, angkatan laut, bea cukai, pemerintah daerah, jangan sampai ada yang luput diperiksa dan diloloskan. Kesempatan ini hendaknya sekaligus dipakai sebagai proyek pemberantasan sistem yang serba busuk di negara ini. Fokusnya tidak dan jangan dibatasi hanya pada kasus penyelewengan distribusi BBM yang sekarang ada.
Bahwa penyelewengan distribusi di Pertamina sudah lama diketahui tapi tidak dapat ditindak tegas, sebenarnya bukan sekadar dugaan. Pada pertengah-an tahun 2000, misalnya, tatkala Presiden Yudhoyono masih menjadi Menteri ESDM, dia membentuk sebuah Tim Terpadu Penanggulangan Masalah Penyalahgunaan pada Penyediaan dan Pelayanan BBM (Timdu BBM). Dari permulaan, Timdu BBM telah mengetahui lekuk liku jaringan penyalahgunaan pengadaan dan distribusi BBM dan menyadari keseriusan masalahnya. Timdu BBM, yang dasar pembentukannya kemudian diperkuat dengan surat keputusan presiden, juga sedikit banyak tahu siapa saja yang terlibat.
Sampai pembubarannya pada pertengahan 2004, Timdu BBM telah banyak bertindak, namun belum berhasil menggulung dan membongkar tuntas seluruh jaringan yang ada. Terutama yang belum terbongkar adalah jaringan yang melibatkan aparat negara sebagai backing. Mungkin masalah aparat negara ini bisa diatasi dengan minta pertanggungjawaban komandan tertinggi masing-masing. Sebaiknya Presiden Yudhoyono menuntut dan mempersyaratkan agar pimpinan Polri dan Angkatan Laut menjamin bahwa tak akan ada satuan di bawah mereka yang terlibat lagi.
Pertanggungjawaban yang serupa juga bisa diminta kepada Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro. Sekarang Timdu BBM diaktifkan kembali, dan selama tiga pemerintahan, tim itu berada di bawah naungan Menteri ESDM yang sama, Purnomo Yusgiantoro. Jika Timdu BBM menemukan hal-hal yang melibatkan aparat negara dalam penyelewengan BBM, seharusnya tidak perlu ada halangan untuk menindak dan menyelesaikannya. Tanggung jawab terletak pada Menteri ESDM bila Timdu BBM gagal lagi ketika menghadapi kekuatan aparat negara yang terlibat.
Adanya kesempatanlah yang membuat orang jadi pencuri: pengawasan kurang, sanksi tak tegas. Benar bahwa pencurian dan khususnya penyelundupan terjadi karena harga BBM subsidi yang lebih murah dari harga di luar negeri, dan lebih rendah dari harga BBM untuk industri di dalam negeri. Disparitas harga BBM ini harus dihilangkan dengan menghapus subsidi, yang mungkin baru habis dalam enam sampai sembilan bulan lagi. Sementara itu, tindakan tegas terhadap orang dalam Pertamina dan aparat negara perlu ditingkatkan intensitasnya sampai maksimum.
Sumber Tulisan: Majalah TEMPO Edisi. 30/XXXIV/19 - 25 September 2005
0 komentar :